Beranda | Artikel
Kisah Teladan dari Para Ulama Hebat di Bulan Ramadan (Bag. 1)
Jumat, 22 April 2022

Pendahuluan

Bismillah

Selalu saja decak kagum menghampiri, saat membaca kisah para salafus shalih (orang-orang saleh terdahulu). Jejak kehidupan hamba-hamba Allah Ta’ala yang jujur. Hari-hari mereka sibuk dengan amal kebajikan. Seperti mustahil amalan dahsyat itu dilakukan oleh manusia. Namum, mereka manusia, sebagaimana kita juga manusia. Mereka bisa, kita pun punya peluang untuk bisa, dengan taufik dan bimbingan dari Allah ‘Azza wa jalla.

Bila ingin memcari inspirasi, kisah hidup mereka amat pantas dijadikan bahan. Membaca biografi mereka, menumbuhkan secercah semangat untuk menghadapi kehidupan ke depan. Menjadi insan yang lebih baik dan meninggalkan kenangan-kenangan indah di kehidupan fana. Sebelum melangkah bertemu Sang Pencipta.

Tidak berlebihan apabila sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

من كان منكم مستناً فليستن بمن قد مات، فإن الحي لا تؤمن عليه الفتنة، أولئك أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم، كانوا أفضل هذه الأمة، أبرها قلوباً، وأعمقها علماً، وأقلها تكلفاً، قوم اختارهم الله لصحبة نبيه، وإقامة دينه، فاعرفوا لهم فضلهم، واتبعوهم في آثارهم، وتمسكوا بما استطعم من أخلاقهم ودينهم، فإنهم كانوا على الهدى المستقيم

“Siapa yang ingin mencari teladan, carilah teladan dari orang-orang yang sudah meninggal. Karena sesungguhnya orang yang masih hidup itu tidaklah aman dari fitnah (ketergelinciran). Mereka adalah sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Generasi termulia dari umat ini yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, dan paling anti berlebihan dalam tindakan.

Allah Ta’ala memilih mereka untuk menjadi sahabat nabi-Nya. Demi menegakkan agama-Nya. Maka dari itu, akuilah keutamaan mereka dan ikutilah prinsip mereka. Dan contohlah budi pekerti mereka semampu kalian. Karena sungguh mereka berada di atas petunjuk.” (Dinukil oleh Ibnu Abdil Baar dalam kitabnya Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih).

Lebih-lebih, di bulan mulia seperti Ramadan, saat pahala dilipatgandakan lebih daripada bulan-bulan yang lain. Kita dapati hari-hari mereka penuh dengan kegiatan ibadah dan berlomba-lomba berbuat baik kepada sesama. Banyak riwayat yang mengisahkan kesungguhan mereka dalam beribadah di bulan penuh berkah ini. Pada artikel yang ringkas ini, akan dipaparkan beberapa ibadah yang sangat istimewa bila mengisi bulan Ramadan kita dan ditambahkan keteladaan ibadah para salaf di bulan Ramadan.

Baca Juga: Tangisan Ulama Tersentuh oleh Al-Quran

Puasa itu sangat istimewa

Allah Ta’ala mengabarkan bahwa kitab suci yang mulia; Al-Quran, diturunkan di bulan Ramadan. Allah Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)” (QS. Al-Baqarah: 185).

Ditambah lagi, banyak keistimewaan yang Allah Ta’ala tetapkan di bulan suci ini. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, bau mulut orang yang puasa, di sisi Allah Ta’ala itu lebih harum dari kasturi.

Kedua, para malaikat mendoakan ampunan untuk orang yang berpuasa hingga tiba waktu berbuka.

Ketiga, setiap hari di bulan Ramadan Allah Ta’ala memperindah surga-Nya, seraya mengatakan,

يوشك عبادي الصالحون أن يلقوا عنهم المئونة والأذى ثم يصير إليك

“Hamba-hambaku yang saleh hampir saja memikul beban berat dan kesusahan. Kemudian mereka menuju kepadamu wahai surga.”

Keempat, setan-setan dibelenggu.

Kelima, pintu-pintu surga dibuka.

Keenam, ada malam lailatul qadr yang lebih baik dari 1000 bulan. Siapa yang tak beruntung bertemu dengan malam itu, sungguh dia telah terhalang dari kebaikan yang dahsyat.

Ketujuh, orang-orang yang puasa mendapatkan ampunan di malam akhir Ramadan.

Kedelapan, setiap malam puasa, Allah Ta’ala membebaskan orang-orang yang akan masuk neraka.

Mengingat keistimewaan Ramadan yang demikian dahsyat, kira-kira bagaimana sikap yang tepat dalam menyambutnya? Apakah pantas direspon dengan aktivitas tak bermanfaat, bahkan mengandung dosa? Atau begadang bukan untuk amal kebaikan dan bermalas-malasan? Kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari sikap-sikap buruk itu.

Hamba yang saleh akan menyambut Ramadan dengan taubat yang jujur dan tulus. Selain itu, diiringi tekad yang kuat untuk mengisinya dengan amal-amal saleh. Seraya memohon kepada Allah Ta’ala agar diberi pertolongan untuk bisa beribadah dengan baik.

Baca Juga: Fatwa Ulama: Apakah Zakat dan Sedekah hanya Khusus di bulan Ramadan?

Ibadah puasa

Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كل عمل بن آدم له الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف، يقول عز: إلا الصيام فانه لي و أنا أجزى به ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلى للصائم فرحتان فرحة عند فطره و فرحة عند لقاء ربه و لخلوف فم

الصائم أطيب عند الله من ريح المسك الصيام جنة فإذا كان صوم يوم أحدكم فلا يرفث و لا يصخب فان سابه أحد أو قاتله فليقل إني صائم

“Seluruh amal baik anak Adam pahalanya akan dilipatkan sepuluh sampai tujuh ratus kali, kecuali puasa. Kata Allah, sungguh puasa itu untuk-Ku. Aku memberi ganjaran puasa. Karena orang yang puasa telah meninggalkan syahawatnya, makanan, dan minumannya. Orang yang puasa mendapatkan dua kebahagiaan. Bahagia saat berbuka dan bahagia ketika berjumpa Rabbnya. Dan bau mulut orang puasa lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak kesturi” (HR. Bukhari dan Muslim).

Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Siapa yang melakukan puasa Ramadan karena motif keimanan dan harapan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun ingat, bahwa pahala besar di atas tidak cukup diraih hanya dengan tidak makan tidak minum saja. Akan tetapi, harus disertai pengamalan terhadap pesan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan zur (perkataan dusta), mengamalkannya, atau tindakan bodoh, maka Allah tidak butuh atas usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga” (HR. Bukhari).

Dan juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

الصوم جنّة، وإذا كان يوم صوم أحدكم فلا يرفث، ولا يفسق ولا يجهل، فإن سابّه أحد فليقل: إني امرؤ صائم

“Puasa adalah perisai. Jika kalian sedang puasa janganlah berkata kotor, jangan berbuat fasik, jangan berbuat bodoh (dosa). Bila ada yang menghinanya, responlah dengan ucapan ‘Aku sedang berpuasa.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Memperbanyak salat malam

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ومن قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

Barang siapa yang berdiri (menunaikan salat) di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni” (HR. Bukhari dan Muslim).

Al-Qur’an juga mengandung motivasi salat malam. Allah Ta’ala berfirman,

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا ‎﴿٦٣﴾‏ وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا

“Hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (QS. Al-Furqan: 63-64).

Melakukan salat malam adalah kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau. Ibnunda Aisyah Radhiyallahu ‘anha pernah berpesan,

لا تدع قيام الليل فإن رسول الله كان لا يدعه وكان إذا مرض أو كسل صلى راقدا

“Jangan kalian tinggalkan salat malam. Karena Rasulullah tidak pernah meninggalkan salat malam. Jika beliau sakit atau sedang tidak fit, beliau salat malam dengan duduk.”

Umar bin Khotob Radhiyallahu ’anhu menghidupkan malam Ramadan dengan salat sampai batas akhir kemampuan beliau. Kemudian bila telah tiba tengah malam, beliau membangunkan keluarga beliau supaya bersama menjalankan solat. Saat membangunkan, biasanya Umar berkata,

Salat… salat…

Baca Juga:

Seraya membaca ayat,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

Perintahkanlah keluargamu untuk mendirikan salat dan bersabarlah dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa” (QS. Taha: 132).

Suatu hari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu membaca ayat,

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّه

“Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya” (QS. Az Zumar: 9).

Kata Ibnu Umar, yang dimaksud ayat ini adalah Ustman bin ‘Affan Radhiyallahu ’anhu. Kemudian Ibnu Abi Hatim menerangkan ucapan Ibnu Umar,

وإنما قال ابن عمر ذلك لكثرة صلاة أمير المؤمنين عثمان وقرائته حتى أنه ربما قرأ القرآن في ركعة

“Ibnu Umar menjelaskan demikian, karena Amirul Mukmini; Utsman sering melakukan salat malam dan banyak membaca Al-Qur’an. Bahkan dikatakan seakan beliau membaca Al-Qur’an seluruhnya dalam satu rakaat.”

Kemudian kisah tentang salat malamnya sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ’anhu yang diceritakan oleh Alqamah bin Qais,

بت مع عبد الله بن مسعود رضي الله عنه ليلة فقام أول الليل، ثم قام يصلي فكان يقرأ قرائة الإمام في مسجد حيه يرتل ولا يراجع، يسمع من حوله ولا يرجع صوته حتى لم يبق من الغلس إلا كما بين أذان المغرب إلى الانصراف منها ثم أوتر

“Aku pernah menginap bersama Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu. Di awal malam beliau salat. Beliau membaca ayat-ayat yang dibaca imam masjid kampung beliau. Beliau membaca dengan tartil dan pada rakaat berikutnya, beliau tidak mengulang kembali ayat yang beliau baca. Orang-orang yang berada di sekitar beliau malam itu mendengar bacaan beliau. Beliau terus salat hingga malam hanya tersisa sedikit, seukuran jarak waktu antara azan magrib sampai selesai salat magrib. Lalu beliau menutup salat malam dengan witir.”

Di dalam hadis dari sahabat Said bin Zaid diceritakan, ”Imam salat malam (di masa sahabat, pent.) membaca ratusan ayat. Hingga kami para makmum harus bertumpu pada tongkat karena saking lamanya salat.” Beliau menambahkan, “Para sahabat Nabi biasanya tidak selesai salat malam kecuali di saat waktu subuh tiba.”

Catatan penting:

Diusahakan mengikuti salat tarawih bersama imam sampai selesai. Agar mendapat pahala seperti orang-orang yang rajin salat malam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من قام  مع الإمام حتى ينصرف كتب له قيام ليلة

“Siapa yang salat Tarawih bersama imam, maka akan dicatat untuknya salat malam satu malam penuh” (HR. Ahlus Sunan).

[Bersambung]

Baca Juga:

 

***

Penulis: Ahmad Anshori, Lc.


Artikel asli: https://muslim.or.id/74424-kisah-teladan-dari-para-ulama-hebat-di-bulan-ramadan-bag-1.html